Hari itu cuaca Jakarta sangat terik. Gerah seluruh sekujur tubuh benar-benar saya rasakan. Mungkin saya belum tebiasa dengan cuaca Jakarta. Maklum setelah sekian lama baru kali ini bisa merasakan kembali megahnya kota ini. Saya benar-benar cah ndeso!
Setelah melakukan presentasi yang garing pada sebuah yayasan keagamaan , rasanya sungguh melelahkan. Presentasi yang saya siapkan 5 hari dengan mengurangi waktu tidur ternyata oleh owner hanya ditanggapis 30 menit saja. Sebuah hasil yang tidak sebanding menurut saya. Kurang puas rasanya..
Ah.. yang penting refreshing, mumpung di Jakarta.
Malam, saya coba memutari kawasan bundaran HI, menyesatkan diri dari ke EXplaza sampai Plaza Indonesia. Dalam perjalanan itu saya benar-benar merasa orang ndeso dalam kawasan hi class (pada dasarnya memang benar..) Kagum melihat gemerlap kota metropolitan sampai bertemu sejumlah artis sinetron sering muncul di TV. Hampir saya histeris. Untungnya batas kewarasan saya masih normal saat itu.
Pagi, cukup pusing rasanya setelah muter2 semalaman. Pagi ini memiliki sebuah janji untuk bertemu dengan seseorang. Rumahnya berada di pinggiran kota Bogor. Untuk menuju kesana harus menggunakan KRL (waduh.. saya belum pernah mencoba kendaraan ini sebelumnya). Mencoba berjalan tempat saya menginap menuju stasiun gondangdia, dengan tujuan menghilangkan rasa pusing semalam. Cara yang aneh menurut saya.
Ditengah jalan sesosok bangunan Megah putih berdiri dikawasan jalan Cut Mutia.
Melanjutkan jalan menuju stasiun Gondangdia. Sesampai di stasiun, saya sempat dibuat pusing dengan posisi peron. Tiga kali saya harus pindah peron gara-gara bingung menentukan arah ke Bogor dan Jakarta. Keterlambatan KRL melengkapi kebingungan saya . Akhirnya kereta yang ditunggu-tunggu datang juga. Sebuah KRL Ekonomi, hehe..lagi-lagi tujuan saya ingin merasakan ruang berdesakan, merasakan downtown Jakarta, merasakan Jakarta dari sisi lain.
Dalam KRL ternyata saya melihat Jakarta lebih luas. Anggapan Jakarta sebuah kota besar luntur seketika. Melihat banyaknya kawasan kumuh di pinggiran rel. Merasakan manusia berdesakan tanpa ruang sedikitpun didalam KRL. Sebuah gambaran yang besebrangan dari tadi malam yang saya lihat. Kesenjangan yang sangat tinggi. Apa Jakarta masih humanis? pertanyaan yang berkali-kali saya lontarkan dalam perjalanan itu. Bisa belum, bisa tidak. Makin bingung saya. Bagi saya Jakarta bukanlah sebuah kota besar. Jakarta hanya sebuah kampung yang besar.
Satu setengah jam berdiri dalam KRL rasanya makin lemas. Akhirnya sampai juga di Bogor. Seseorang telah menanti saya disana.
Satu setengah jam berdiri dalam KRL rasanya makin lemas. Akhirnya sampai juga di Bogor. Seseorang telah menanti saya disana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar