Rabu, 09 September 2015

Nepen, Menuju Desa Mata Air yang Bekelanjutan

Air merupakan kebutuhan pokok makhluk hidup baik manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Untuk kelangsungan hidupnya, harus tersedia air dalam bentuk cair. Manusia dan makhluk hidup lainnya yang tidak hidup dalam air, senantiasa mencari tempat tinggal dekat air supaya mudah untuk mengambil air untuk keperluan hidupnya. Kemampuan penyediaan air bersih untuk kehidupan seharihari bagi manusia adalah hal yang sangat penting. Air, tanah dan manusia adalah hal yang tidak dapat dipisahkan. 

Seperti halnya di sebuah desa yang memiliki potensi mata air, yaitu Desa Nepen. Sebuah desa yang merupakan salah satu dari 13 Desa di wilayah kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali yang mempunyai luas wilayah 118.6559 Ha. "Tansah Eling Rukun Agawe Santosa”merupakan slogan dari Desa Nepen yang berharap pada pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan dapat lebih mengoptimalkan pemanfaatan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia yang ada untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa Nepen. 


Peta Posisi Desa Nepen di Provinsi Jawa Tengah
Desa Nepen memiliki potensi berupa beberapa titik mata air yang sering disebut Umbul. Terdapat 3 titik umbul yang besar di sini, yang saat ini dimanfaatkan desa sebagai wahana tujuan wisata. Berdasarkan studi lapangan, 3 sumber mata air alamiah (umbul) yang masih dimanfaatkan secara maksimal oleh warga sekitar dan tersebar pada 3 lokasi yang berbeda. Ketiga mata air (umbul) tersebut antara lain:
  1. Umbul Sungsang; digunakan untuk sumber air bersih dan didistribusikan melalui pipa-pipa kepada warga penduduk. Air baku tersebut tanpa melalui pengolahan tetapi langsung bisa dimanfaatkan sebagai air bersih.
  2. Umbul Langse/Nglebak, digunakan untuk rekreasi berupa pemandian terbuka dengan kolam berukuran sekitar 20 m x 20 m, perikanan air tawar dan sayuran air. Air dari umbul ini juga didistribusikan untuk pengairan sawah. Debit air berdasarkan tahun 2010 sebanyak 650 liter/detik.  
  3. Umbul Nyamplung, juga digunakan untuk sumber air bersih dan didistribusikan melalui pipa-pipa kepada warga penduduk serta pemandian terbuka. Air baku tersebut tanpa melalui pengolahan tetapi langsung bisa dimanfaatkan sebagai air bersih.
Peta Potensi Desa Nepen . Sumber : Balai Desa Nepen

Pengelolaan ketiga umbul tersebut masih dikelola secara swadaya oleh warga masyarakat. Pemasangan pipa dan pompa air utama dibantu oleh APBD pemerintah daerah Kabupaten Boyolali melalui kegiatan Penyediaan Jaringan Air Minum Pedesaan. Pemeliharaan jaringan dan sumber daya listrik diperoleh melalui iuran bulanan yang ditetapkan bersama-sama oleh para warga yang menggunakan air bersih dari umbul tersebut. Maka tugas utama perangkat desa dan masyarakat adalah membantu terjaganya keberadaan dan konservasi sumber mata air atau umbul tersebut. 
Salah satu Menara Distribusi Mata Air di Desa Nepen (Sumber : Dokumentasi Pribadi)
 Namun satu hal yang masih menjadi kekurangan pada Desa Nepen salah satunya adalah masalah sumber daya manusia. Perangkat desa belum memiliki kemampuan yang cukup dalam bidang perencanaan dan pengelolaan kebijakan yang berkaitan dengan kelestarian umbul tersebut. Berdasarkan wawancara dengan Kepala Desa, cara paling mudah adalah menyerahkan pengelolaan umbul kepada investor dari luar, dengan penggunaan tanah kas desa untuk dibangun menjadi semacam wahana waterboom dan menggunakan sumber air dari Umbul Nglebak. Sebuah kebijakan instant demi meningkatkan ekonomi desa, namun dapat menjauhkan peran masyarakat langsung terhadap potensi desanya.

Foto : Umbul Langse dan Lahan milik desa yang belum dimanfaatkan secara optimal. (Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Sebagai Desa yang memiliki potensi yang melimpah akan mata air, maka diperlukan kesadaran penuh akan fungsi masyarakat dan pemerintah desa tentang pentingnya menjaga keberlangsungan mata air tersebut secara berkelanjutan. Jika pengelolaan sumber daya air pemerintah desa kurang baik maka akan akan memberikan dampak yang kurang baik terhadap kemakmuran juga bagi masyarakatnya. Salah satu tantangan yang harus dihadapi adalah Privatisasi air. Privatisasi air memang membawa sejumlah konsekuensi ekonomi bagi desa, namun masyarakat akan terbatasi bahkan kehilangan akses terhadap sumber daya air yang dimilikinya. Dengan menyerahkan pada pihak swasta maka prinsip keberlanjutan (sustaineble) pengelolaan sumber daya air antara masyarakat desa Nepen dan pemerintah desanya tidak akan terjalin. Diharapkan dengan kesadaran tersebut masyarakat dan pemerintah desa pada khususnya dapat melaksanakan mandat UUD 1945 Pasal 33 yang menyebutkan bahwa seluruh sumber daya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara dan digunakan sepenuhnya untuk kesejahteraan masyarakat.

Selain memupuk kesadaran fungsi masyarakat dan pemerintah Desa Nepen, juga diperlukan kesadaran untuk menjaga lingkungan khususnya di area sekitar mata air. Berdasarkan tinjauan di umbul Nyamplung, terlihat beberapa sampah plastik seperti bekas kemasan sabun atau botol air minum kemasan terdampar di sekitaran umbul tersebut. Sementara belum terlihat adanya tempat pengolahan sampah terpadu milik desa di kawasan desa Nepen. Hal ini dapat berpotensi mengurangi kualitas aliran air di bawahnya. Untuk itu diperlukan  sebuah tempat pengelolaan dan pengolahan sampah desa secara terpadu sehingga kondisi lingkungan umbul dapat terjaga, sungai bebas dari ancaman pencemaran serta menjaga sanitasi yang bersih.    

Foto : Sampah di area mata air Desa Nepen (Sumber : Dokumentasi Pribadi)

Berdasarkan RTRW Kabupaten Boyolali 2011-2031, Desa Nepen yang masuk ke dalam wilayah Kecamatan Teras adalah kawasan strategis ekonomi. Secara ekonomi, pertumbuhan ekonomi desa akan baik tetapi untuk jangka panjang secara pelan-pelan akan merugikan masyarakat desa Nepen jika terjadi ekploitasi yang berlebihan dari umbul tersebut yang akan mengancam keberlanjutan sumber mata air alami Desa Nepen. Maka, untuk mencapai keberlanjutan menjaga Sumber mata air Desa Nepen diperlukan sebuah perencanaan dan perancangan yang responsif dan adaptif antar pemerintah Desa dan masyarakatnya. Tujuan dari beberapa point konsep perencanaan ini tentunya adalah membantu perangkat desa dan masyarakat untuk memaksimalkan kewajiban konservasi mata air serta memberikan nilai tambah yang lain atas keberadaan ketiga umbul tersebut, antara lain :
1. Optimalisasi ketiga umbul yang difungsikan sebagai konservasi mata air sekaligus pemanfaatannya sebagai sumber air bersih bagi masyarakat desa, pertanian dan perikanan darat. Pengelolaan umbul tetap dilaksanakan secara swadaya oleh masyarakat Desa Nepen supaya terjadi keberlanjutan dari generasi sekarang untuk generasi mendatang.
2. Pembentukan paguyuban yang beranggotakan masyarakat desa terutama berkaitan dengan pengelolaan aset umbul dan kegiatan lain yang berhubungan dengan masyarakat  
Foto : Pembentukan paguyuban Desa yang beranggotakan masyarakat setempat
3. Pengembangan jaringan infrastruktur penunjang kegiatan produksi yang berkelanjutan seperti penerapan sumber energi listrik terbarukan dari pembangkit listrik mikro hidro untuk serta peningkatan kualitas saluran irigasi.
Foto : Optimalisasi debit mata air menjadi energi yang bekelanjutan melalui pembangkit listrik Mikrohidro. Serta mengembangkan infrastruktur saluran irigasi
4. Menciptakan peluang baru dengan memanfaatkan kualitas mata air yang sangat baik. Masyarakat dapat memanfaatan lahan pertanian sayuran air seperti Kangkung air, Pakcoy, Selada Air dll secara organik dengan memanfaatkan kualitas dari umbul tersebut. Dapat juga  menggabungkannya konsep pertanian aquaponik organik dengan perikanan air tawar sebagai konsep terpadu petanian perikanan (aquaponik)
Foto : Pemanfaatan kualitas mata air yang sangat baik melalui lahan pertanian sayuran air dan perikanan.
5. Pengelolaan dan pengolahan sampah secara terpadu, demi menjaga kualitas di area sumber mata air atau Umbul.  Sehingga kondisi lingkungan umbul dapat terjaga, untuk menghindari sungai bebas dari ancaman pencemaran serta menciptakan sanitasi yang bersih bagi masyarakat

Foto : Pengelolaan dan pengolahan sampah secara terpadu. Sampah non organik bisa dijadikan kerajinan yang dapat menghasilkan untuk masyarakat.
6. Dalam level perangkat desa dapat membuat kebijakan untuk menjaga keberlansungan ketiga umbul tersebut. Tujuannya menjaga umbul agar digunakan secara proporsional oleh masyarakat dan tidak dieksploitasi untuk kepentingan komersial atau privat. 

7. Memberdayagunakan aspek Sosial Budaya dengan membuat kalender budaya pada Umbul Nglebak dan Sungsang melalui festival mata air, melestarikan acara Padusan dan Kepokan pada 1 hari sebelum Bulan Ramadhan. Padusan adalah semacam ritual berendam bersama pada mata air, tradisi ini biasanya memang berkembang di kota-kota tradisional di Jawa Tengah sementara Kepokan adalah acara khas di Umbul Nglebak berupa saling melempar plastik yang diisi air.
Foto : Membuat event budaya, seperti Kepokan dan Padusan
    KESIMPULAN
    Desa Nepen memiliki dua potensi penting antara lain potensi Umbul/mata air dan sumber daya manusia. Melalui pengelolaan sumber daya air yang baik antara masyarakat dan pemerintah desa serta menerapkan Program Pengembangan Kawasan Perdesaan Berkelanjutan (P2KPB) diharapkan dapat mencapai kesejahteraan masyarakat menuju pembangunan desa yang berkelanjutan.
    Prinsip P2KPB antara lain : meningkatkan kelembagaan pranata desa, membentuk komunitas perdesaan yang inklusif, perencanaan dan perancangan yang adaptif responsif, memperbaiki infrastruktur desa, menciptakan ekonomi desa berdaya saing, pendayagunaan sosial budaya, dan perlindungan sosial

    Oleh Yopie Herdiansyah
    Pernah meneliti singkat tentang desa Nepen, dan menjadi bagian dari sebuah tim untuk mengajukan desa Nepen pada Penjaringan Prakarsa Pengembangan Kawasan Perdesaan Berkelanjutan yang diselenggarakan Kementrian PU, November 2014. 

    Sabtu, 20 Juni 2015

    Masjid Bata (lagi)

    Sebuah sumbangan ide untuk Masjid Jami' Nurul Amal, Muara Gembong Bekasi
    Kolaborasi : Yopie H, Fahmi Adiba, dan Afif Taftayani Sidiq ( Tim akanoma Solo)

     
    Kondisi Site
    Lahan Masjid terletak pada Kampung Bulakjaya, Kelurahan Pantai Harapan Jaya, Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi. Lahannya berbatasan di sebelah utara dengan areal persawahan, di sebelah timur dengan rumah warga, di sebelah selatan dengan Sungai Ciherang, dan di sebelah barat dengan areal hutan; lahan kosong; dan rumah warga. Lingkungan di sekitar masjid berupa sungai, rumah warga, dan sawah. Sekitar 3 km dari masjid terdapat hutan dan 7 km dari masjid terdapat pantai. Masjid berbatasan dengan sungai yang belum terdapat tanggul, sehingga sering terjadi banjir pada saat musim hujan. Sumber air wudlu berasal dari air sungai yang disedot oleh pompa air, sehingga belum dapat dipastikan kebersihan dari air tersebut.

    Gagasan Utama


    Program ruang Masjid berorientasi mengacu arah kiblat dan ruang selasar mengelilingi plaza yang menjadi pusat ruang publik beraktivitas dan belajar menunjang kemakmuran umat. Masjid ini dirancang tampil selaras dengan lingkungan alam sekitarnya dengan dikelilingi vegetasi untuk area tangkapan air dalam site,  sebagai respon lahan yang menghadap muara sungai. Estetika Masjid diwujudkan dengan kesederhanaan geometri  studi massa dengan warna material ekspose yang jernih dengan cerahnya putih beton sebagai penanda entrance masjid. selebihnya, tetap mengacu pada fungsi pokok masjid. Dengan menggunakan sumber daya lokal yang mudah didapat dari site, diharapkan bisa menampilkan estetika arsitektur lokal yang menjadi daya tarik bangunan ini. Penggunaan material lokal batu bata ekspose dari pengrajin lokal bisa dengan mudah dijangkau dalam radius 50km dari site, dimanfaatkan sebagai struktur dan bahan bangunan. 
    Kondisi lahan eksisting yang mengalami banjir  setinggi 150-200 cm saat terjadi hujan, membuat desain studi massa Masjid dinaikan setinggi 200 cm. Konsep bangunan panggung dibuat untuk menghindari banjir tersebut. Sehingga masjid juga bisa dijadikan area untuk mengefakuasi warga sekitar Muara Gembong saat banjir datang. Untuk mengoptimalkan fungsi bangunan, maka area bawah masjid dapat digunakan sebagai Area Parkir kendaraan dan menjadi ruang untuk fungsi utilitas seperti Sistem Pengolahan Air Bersih dari sungai dan air bekas wudhu.
    Denah Lantai Dasar dan Sistem pengolahan Sungai menjadi air bersih - Serta pengolahan grey water


    Potongan Masjid

    Perspektif Mata Burung
    Tambahan jembatan merupakan usulan untuk mempermudah akses langsung menuju Masjid, serta mempermudah pencapaian masyarakat dalam proses evakuasi saat terjadi banjir.
    Untuk menciptakan ruang yang khusyuk, ruang Sholat utama dibentuk dengan memfokuskan mihrab sebagai fokus utama. Ruangan didesain tanpa ornamen, hanya dibentuk oleh material pembentuknya yaitu bata ekpsose. Pencahayaan diambil hanya dari sisi atas, terdapat balok-balok utama sebagai jalan masuknya cahaya dan udara alami ke dalam ruangan.
    Ruang selasar mengelilingi plaza yang menjadi pusat ruang publik beraktivitas dan belajar untuk menunjang kemakmuran umat.
    Terdapat fungsi plaza membentuk ruang luar sebagai area recovery serta evakuasi warga ketika dibutuhkan sekaligus menjadi area publik yang menjadi tempat aktivitas selaras dengan pembinaan umat dan mempererat ukhuwah islamiyah.

    Jumat, 18 April 2014

    Partisipasi Masyarakat di Taman Monumen 45 Banjarsari


    Surakarta adalah salah satu kota yang unik dengan luasan yang terbatas [44,06km2] dan ketersediaan ruang hijau kota masih sangat terbatas. Indonesia mensyaratkan Ruang Terbuka Hijau minimal disyaratkan luas Ruang Tata Hijau minimal 30% dari luas wilayah perkotaan. Sementara ini Ruang Tata Hijau di Surakarta baru mencapai 11,9%.
    Taman Monumen Banjarsari adalah salah satu taman di kota Surakarta yang melalui berbagai masa dalam sejarah Indonesia sejak masa penjajahan kolonial sampai beberapa periodisasi pemerintahan sah Indonesia.
    Mengenai kemasyarakatan, pada saat ini Surakarta memiliki karakteristik budaya yang spesifik, masyarakat yang banyak membentuk komunitas formal maupun informal, bisa menjadi potensi yang besar untuk bersama membentuk ruang hijau. Demikian juga masyarakat yang berada di sekitar Taman Monumen Banjarsari, yang berada di sekitar pasar tradisional yang menjadi pasar induk untuk seluruh pasar tradisional di kota surakarta.
     
    Latar Belakang Perancangan Penataan Taman Monumen Banjarsari

    1.     Solo dengan platform terkininya ‘Solo Eco Cultural City’, mencoba bergerak ke arah Green City. 2. Gagasan untuk mencegah dan menanggulangi kerusakan lingkungan yang terus diupayakan diberbagai wilayah dan kota, penataan ruang kota agar menjadi ramah lingkungan. 
    3.    Berbagai kegiatan penataan lingkungan yang digagas Pemerintah Kota diharapkan ke depan dapat meminimalisir dari kemungkinan timbulnya masalah baru di Wilayah Surakarta. 
    4. Kegiatan perencanaan kota yang melibatkan masyarakat untuk membuat masyarakat merasa lebih memiliki.


    Desain Taman Monjari akan menjadi rancangan tata ruang sesuai kebutuhan masyarakat yang benar-benar dapat bersinergi dengan lingkungan dan berkesinambungan dan menciptakan ruang hijau tambahan kota Surakarta. Perancangan ruang yang melibatkan masyarakat sebagai partisipan aktif untuk menghidupkan ruang terbuka hijau memiliki tujuan penting:  
    1. Membuat desain kawasan Monumen Banjarsari  dengan tema  Taman sebagai Laboratorium  Lingkungan Hidup. 
    2. Meningkatkan pemahaman masyarakat, atas kondisi dan potensi lingkungan yang mampu memberikan kontribusi strategis dalam kesatuan rancang  tata lingkungan yang ada di Kawasan Monumen Banjarsari. 
    3. Mempertimbangkan kondisi  infrastruktur lingkungan dan aset-aset  kota yang berada di kawasan Monumen Banjarsari, yang dapat dikembangkan sebagai peningkatan eksistensi spesifik, sebagai bentuk pemberdayaan masyarakat, pendayagunaan lingkungan, pemberdayaan ekonomi kreatif, dan pemberdayaan kelembagaan yang ada pada lingkungannya dalam bentuk Perencanaan dan perancangan  Taman Monjari. 
    4. Desain Kawasan Monumen banjarsari  mengatasi permasalahan : Persampahan, Drainase, Cadangan air tanah, Ruang Hijau,  energy baru terbarukan,  8 Atribut Kota Hijau  (8 points green city atribut; green planning and desain, green open space, green community, green building, green waste, green transportation, green energy, green water) , mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.
    5.   Membuat Taman Monjari berupa public space yang memiliki ciri khas lingkungan setempat.  



    Sayembara Taman Monumen 45 Banjarsari
    disusun oleh Dian Ariffianto BS, Tri Suryo Kuncoro, Yopie Herdiansyah